Peningkatan pelayanan publik, dewasa ini merupakan tuntutan yang harus dipenuhi sebagai salah satu tugas pokok aparatur sipil negara. Namun demikian, pelayanan publik terhadap barang, jasa dan administrasi saat ini sangat membutuhkan kecepatan dan ketepatan penanganan. Seiring dengan kemajuan zaman, maka kecepatan dan ketepatan tersebut memerlukan dukungan teknologi.
Terkait dengan hal itu, maka Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah telah melakukan studi banding ke Kota Pekalongan pada tanggal 1 – 3 April lalu. Studi banding tersebut dipimpin langsung oleh Kepala Dinas , DR. Ir. Hasanuddin Atjo, MP; didampingi Sekretaris Dinas Dra. Sovieati Saidi, MM; serta beberapa orang kepala seksi dan stafnya.
“Kota ini dipilih sebagai obyek studi banding karena sederet prestasi yang dimiliki, khususnya menyangkut pelayanan publik. Tak kurang dari 71 penghargaan dalam dan luar negeri disabet oleh Pekalongan. Selain itu, kota yang baru saja ditasbihkan sebagai Kota Kreatif Dunia oleh UNESCO, merupakan satu-satunya kota yang mendapat julukan “Broadband City” dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)” kata Hasanuddin Atjo.
Dalam penerimaannya, Wismo Adityo, Kepala Bidang Infrastruktur Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Kota Pekalongan mengatakan bahwa sejak tahun 2007/2008, kota ini sudah mengarah pada efisiensi penggunaan anggaran. “Pekalongan mempunyai jumlah penduduk lebih dari 300.000 jiwa. Perbandingan ideal antara ASN dan jumlah penduduk sebesar 1:100, sehingga ada upaya moratorium penerimaan ASN” lanjutnya.
“Saat ini, jumlah ASN di kota ini berkisar 3.000 lebih dari sebelumnya sekitar 4.000an tahun 2008. Belanja pegawai sekarang ini hanya sekitar 46-47% dari struktur APBD, sementara itu tuntutan terhadap layanan masyarakat makin meningkat. Pada titik inilah para pengambil kebijakan memutuskan untuk menggunakan IT” paparnya.
Wismo mengungkapkan, lebih dari 90% SKPD termasuk kecamatan dan kelurahan telah terkoneksi jaringan, baik yang menggunakan radio microtik maupun fiber optik. “Semua SKPD dapat terhubung satu sama lain melalui intranet maupun internet, sedangkan server dan pengendali tetap berada di Dinas Kominfo” jelas Wismo.
Pihaknya juga mengatakan, telah tersedia sekitar 40 aplikasi sistem informasi pengelolaan, mulai dari sistem kepegawaian, perencanaan, monitoring dan evaluasi, hingga layanan publik yang dapat diakses langsung oleh masyarakat. “Masing-masing SKPD hingga kelurahan merancang alur sistem pelayanan, sedangkan Diskominfo hanya membantu membuat bentuk aplikasi digital “ paparnya.
Kembali Wismo mencontohkan, untuk disposisi persuratan pada masing-masing SKPD terhubung dalam bentuk aplikasi. “Saya tinggal meng-klik saja disposisi dari pimpinan dan menurunkan ke seksi terkait. Seksi pun juga bisa menurunkan langsung ke stafnya,” jelas Wismo sambil memperagakan aplikasi itu. Bahkan, saya bisa membuka disposisi surat dari pimpinan di manapun berada melalui handphone saya dan melanjutkan disposisi tersebut. Sebaliknya, tindaklanjut dari staf saya di bawah juga bisa dikendalikan melalui sistem ini, jelasnya.
Ketika dikonfirmasi mengenai biaya yang dibutuhkan untuk sistem tersebut, dirinya menyebut angka total sekitar 1,6 M untuk membangun secara bertahap sejak tahun 2008. “Yang besar adalah jaringan radio microtik dan fiber optik radio. Untuk sistem operasinya, kita mengunakan Free Open Source System (FOSS) baik Ubuntu maupun Android. Pihaknya mengakui dapat menghemat sekitar 12 M dibanding menggunakan sofware konvensional yang berbayar. “Aplikasi yang digunakan merupakan bantuan dari berbagai pihak seperti Universitas Guna Dharma, perguruan tinggi lokal, maupun komunitas IT setempat” ungkapnya.
Saat ditanya kendala tentang penerapan sistem IT, Wismo tak menampik adanya permasalahan. Perubahan mindset aparatur merupakan permasalahan terbesar. “Yang tadinya terbiasa dengan manual, harus belajar digital. Yang tadinya terbiasa menggunakan sofware berbayar, sekarang menggunakan software gratis open source. Awalnya terasa berat, namun kalau sudah terbiasa akan lancar” ungkapnya. Perlu komitmen yang kuat dari seluruh ASN, mulai pimpinan tertinggi hingga staf di bawah, agar sistem tersebut dapat diterapkan dengan baik, tambah Wismo.
Dihubungi terpisah, Walikota Pekalongan M. Basyir Ahmad menceritakan awal penggunaan IT di kotanya. “Saya ini dokter dan masih praktek hingga saat ini. Ketika itu pasien yang dirujuk ke rumah sakit malah bertambah parah karena mobil ambulance harus keliling rumah sakit untuk mencari kamar rawat inap yang kosong. Dari sinilah saya berpikir bagaimana permasalahan seperti ini dapat di atasi dengan cepat” kenangnya.
Walikota yang sempat datang ke Palu untuk studi banding budidaya udang supra intensif ini mengatakan bahwa puskemas telah terhubung secara on line dengan rumah sakit. “Pasien yang puskesmas yang dirujuk akan cepat mendapat layanan di rumah sakit tujuan” ungkapnya. Pihaknya juga membenarkan mengenai pentingnya penggunaan IT di kotanya. “Sistem tersebut sangat membantu dalam peningkatan kinerja. Pengendalian pembangunan dan layanan masyarakat di kota ini dapat dilakukan hanya dari sebuah layar monitor,” pungkas walikota. (SE)



