Palu *(antarasulteng.com)* - Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Tengah mengumpulkan 50 orang pejabat eselon III dan IV lingkup DKP se-Provinsi Sulteng untuk menyosialisasikan metode /Balance Scorecard/ (BSC) dalam pengukuran kinerja organisasi, berlangsung sehari di Swiss Bell-Hotel Palu, Kamis.
"Ini adalah sosialisasi metode BSC yang pertama kali dilakukan di lingkungan DKP Sulteng bahkan mungkin di semua dinas (SKPD) di daerah ini, sebagai wujud komitmen kuat kami melaksanakan reformasi birokrasi,"kata Saldiansyah Effendy, ketua panitia penyelenggara sosialisasi yang juga Kasubag Program dan Perencanaan DKP Sulteng.
Manajemen kinerja, kata Saldy, merupakan proses yang dilakukan untuk membangun pemahaman bersama tentang apa yang akan dicapai, bagaimana cara mencapainya, dan pendekatan yang digunakan dalam meningkatkan kemungkinan untuk mencapai keberhasilan.
Menurut dia, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sudah menerapkan pendekatan BSC sejak 2013 dalam mengukur kinerja organisasi dan menjadi satu-satunya kementerian yang mendapat nilai `AA` dalam sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP) oleh Kementerian Pendayaangunaan Aparatus Negara dan Reformasi Birokrasi.
Karena itu, katanya, pendekatan BSC akan diterapkan KKP sampai ke tingkat provinsi dan kabupaten karena selain untuk menjabarkan visi, misi, tujuan, program, sasaran dan indikator kinerja, BSC juga dipakai sebagai alat pengukuran kinerja individu dan organisasi.
Sosialisasi penerapan BSC ini diharapkan meningkatkan pemahaman tentang metode penyusunan indikator kerja berbasis BSC, menyosialisasikan indikator kinerja KKP yang diturunkan ke pemerintah provinsi dan kabupaten/kota serta menghimpun usulan-usulan indikator kinerja Tahun 2016.
Kepala Dinas KP Sulteng DR Ir Hasanuddin Atjo, MP dalam sambutannya pada pembukaan sosialisasi tersebut mengemukakan bahwa penerapan BSC akan membantu jajaran DKP dalam mengukur kinerja, mencari akar masalah dan menemukan solusi yang tepat atas masalah-masalah yang ditemui dalam pencapaian tujuan.
Ia menyebut beberapa masalah dalam pencapaian kinerja di lingkungan KKP yang perlu dikaji kembali seperti konsumsi ikan perkapita, nilai tukar petani (nelayan) dan angka-angka produksi hasul perikanan.
"Sulteng mencatat konsumsi ikan perkapita yang lebih tinggi dari angka nasional, namun apakah itu merata antara wilayah kepulauan dan daratan, belum diketahui secara persis. Begitu juga nilai tukar petani (NTP) Sulteng yang saat ini mencapai 102, apakah itu riil karena sampel diambil hanya pada satu kabupaten saja," ujarnya.
Atjo juga menyebutkan bahwa pelaku usaha sektor KP cenderung tak mempercayai data-data produksi hasil perikanan yang dicatat KKP. Produksi udang yang dicatat KKP misalnya, berbeda hingga 100.000 ton bila dicek silang dengan data milik pelaku usaha. Ini karena pendekatan pendataannya berbeda, sebab KKP mendapat data dari provinsi dan provinsi menerima laporan dan kabupaten.
"Dengan penerapan BSC nanti, selisih pendataan seperti itu bisa diperkecil. Penggunaan instrumen dalam pengukuran tidak boleh keliru, sebab bila keliru maka hasilnya akan keliru pula, sementara instrumen itu berkembang sangat cepat," ujarnya. (A055/R007)
Editor: Rolex Malaha



